Pintar dan selalu berprestasi di sekolah, siapa yang tidak ingin menjadi seseorang yang seperti ini? Tapi taukah Anda, bahwa untuk seperti itu tidaklah mudah. Karena hidup tak semudah yang kamu bayangkan.
Ingatlah Hidup Tak Semudah Yang Kamu BayangkanSejak lama Rani begitu sering memperhatikan Nina, teman sekelasnya yang baru di SMA. Mereka berasal dari SMP yang berbeda, dan keduanya baru saling mengenal setelah duduk di bangku SMA beberapa bulan yang lalu. Baik Rani maupun Nina, keduanya merasa beruntung dan senang bisa bertemu dan saling mengenal di sekolah tersebut.
Nina begitu cerdas, dengan kemampuan belajar yang bisa dikatakan di atas rata-rata. Dia selalu bisa mengikuti semua pelajaran dengan mudah, mengerti dan tanggap dengan cepat. Nina pintar dalam belajar, bukan hanya pada satu mata pelajaran saja, namun Nina unggul dalam semua mata pelajaran di kelasnya. Hal inilah yang membuat Rani heran, meskipun dia sendiri sebenarnya termasuk anak yang pandai dan selalu mendapatkan ranking di SMP nya dulu. Namun saat belajar di kelas yang sama dengan Nina, Rani seolah tidak berkutik dengan keberadaan Nina di sana, meskipun sikap temannya itu sebenarnya tidak sombong apalagi sok pintar.
Nina juga bisa berkomunikasi dan bergaul dengan baik pada semua orang, bukan hanya teman-temannya, bahkan pada guru-gurunya juga. Sikapnya begitu manis dan tulus, sehingga semua orang senang kepadanya, bahkan Rani juga. Bukan hanya pintar dan ramah saja, Nina juga memiliki paras yang manis dan murah senyum, sehingga ia begitu disukai oleh teman-temannya.
Pada awalnya, Rani begitu senang bisa kenal dan dekat dengan Nina, sebab anak yang satu itu memang sangat supel dan ramah. Namun, lama-kelamaan sikap Rani mulai berubah, ia mulai melihat Nina sebagai sebuah ancaman, baik itu untuk prestasinya maupun untuk eksistensinya di sekolah. Rani mulai berubah dan sedikit pendiam kepada temannya itu, bahkan sesekali ia menghindar saat mereka akan berpapasan di kelas. Bukannya menjauh, Nina malah lebih sering menghampiri Rani dan bersikap seperti biasanya. Hal ini tentu membuat Rani semakin kikuk, sebab sedikit demi sedikit ia mulai benci pada temannya yang satu ini.
Kerja keras yang terlihat
Rani merasa hidup Nina begitu mudah dan menyenangkan, bahkan meski Nina terlihat santai saja saat belajar di kelas, Nina tetap bisa mengerjakan semua soal dan menjawab pertanyaan guru dengan mudah. Semuanya terlihat sangat mudah bagi Nina, bahkan mudah sekali pada pandangan Rani. Pemikiran seperti ini mendiami hati Rani selama beberapa waktu, hingga akhirnya suatu hari ia mengunjungi rumah temannya itu.
Sudah 2 hari Nina sakit dan tidak masuk sekolah, hingga akhirnya Rani dan beberapa
Ingatlah Hidup Tak Semudah Yang Kamu BayangkanSejak lama Rani begitu sering memperhatikan Nina, teman sekelasnya yang baru di SMA. Mereka berasal dari SMP yang berbeda, dan keduanya baru saling mengenal setelah duduk di bangku SMA beberapa bulan yang lalu. Baik Rani maupun Nina, keduanya merasa beruntung dan senang bisa bertemu dan saling mengenal di sekolah tersebut.
Nina begitu cerdas, dengan kemampuan belajar yang bisa dikatakan di atas rata-rata. Dia selalu bisa mengikuti semua pelajaran dengan mudah, mengerti dan tanggap dengan cepat. Nina pintar dalam belajar, bukan hanya pada satu mata pelajaran saja, namun Nina unggul dalam semua mata pelajaran di kelasnya. Hal inilah yang membuat Rani heran, meskipun dia sendiri sebenarnya termasuk anak yang pandai dan selalu mendapatkan ranking di SMP nya dulu. Namun saat belajar di kelas yang sama dengan Nina, Rani seolah tidak berkutik dengan keberadaan Nina di sana, meskipun sikap temannya itu sebenarnya tidak sombong apalagi sok pintar.
Nina juga bisa berkomunikasi dan bergaul dengan baik pada semua orang, bukan hanya teman-temannya, bahkan pada guru-gurunya juga. Sikapnya begitu manis dan tulus, sehingga semua orang senang kepadanya, bahkan Rani juga. Bukan hanya pintar dan ramah saja, Nina juga memiliki paras yang manis dan murah senyum, sehingga ia begitu disukai oleh teman-temannya.
Pada awalnya, Rani begitu senang bisa kenal dan dekat dengan Nina, sebab anak yang satu itu memang sangat supel dan ramah. Namun, lama-kelamaan sikap Rani mulai berubah, ia mulai melihat Nina sebagai sebuah ancaman, baik itu untuk prestasinya maupun untuk eksistensinya di sekolah. Rani mulai berubah dan sedikit pendiam kepada temannya itu, bahkan sesekali ia menghindar saat mereka akan berpapasan di kelas. Bukannya menjauh, Nina malah lebih sering menghampiri Rani dan bersikap seperti biasanya. Hal ini tentu membuat Rani semakin kikuk, sebab sedikit demi sedikit ia mulai benci pada temannya yang satu ini.
Kerja keras yang terlihat
Rani merasa hidup Nina begitu mudah dan menyenangkan, bahkan meski Nina terlihat santai saja saat belajar di kelas, Nina tetap bisa mengerjakan semua soal dan menjawab pertanyaan guru dengan mudah. Semuanya terlihat sangat mudah bagi Nina, bahkan mudah sekali pada pandangan Rani. Pemikiran seperti ini mendiami hati Rani selama beberapa waktu, hingga akhirnya suatu hari ia mengunjungi rumah temannya itu.
Sudah 2 hari Nina sakit dan tidak masuk sekolah, hingga akhirnya Rani dan beberapa
orang teman serta wali kelasnya memutuskan untuk mengunjunginya di rumah. Ini untuk pertama kalinya Rani pergi ke rumah Nina, letaknya ternyata cukup jauh dan harus melewati gang-gang yang sempit di ujung kampung. Sekitar 10 kilometer, Nina mengayuh sepedanya setiap hari ke sekolah. Gurunya yang juga tinggal di wilayah tersebut tahu dan kenal dengan orangtua Nina yang ternyata hanya seorang tukang sampah keliling di komplek tempat tinggal gurunya tersebut. Nina masuk SMA yang sama dengan Rani atas rekomendasi sang guru kepada pihak pemilik yayasan sehingga ia diberi kesempatan untuk ikut test dan mendapatkan beasiswa. Bukan hanya karena sekedar kenal saja, namun karena Nina selalu berprestasi sejak duduk di bangku SD.
Rani tiba di halaman sebuah rumah yang bersih dan rapi, lengkap dengan jejeran botol minuman yang telah ditanami bunga berwarna-warni. Bangunannya begitu sederhana, luasnya bahkan tidak lebih dari 6×5 meter saja. Nina duduk di depan sambil memegang buku pelajarannya, sedikit kaget melihat kedatangan teman-teman dan wali kelasnya. Beberapa tumpukan buku berjejer di samping dirinya, sepertinya semua buku bekas, barangkali yang dikumpulkan oleh ayahnya ketika mengumpulkan sampah.
Rani tiba di halaman sebuah rumah yang bersih dan rapi, lengkap dengan jejeran botol minuman yang telah ditanami bunga berwarna-warni. Bangunannya begitu sederhana, luasnya bahkan tidak lebih dari 6×5 meter saja. Nina duduk di depan sambil memegang buku pelajarannya, sedikit kaget melihat kedatangan teman-teman dan wali kelasnya. Beberapa tumpukan buku berjejer di samping dirinya, sepertinya semua buku bekas, barangkali yang dikumpulkan oleh ayahnya ketika mengumpulkan sampah.
Baca Juga
Source : http://www.sipolos.com/ingatlah-hidup-tak-semudah-yang-kamu-bayangkan/
loading...
Ingatlah Hidup Tak Semudah Yang Kamu Bayangkan
4/
5
Oleh
Unknown